~asSaLamUalAikum~

VIVA HISTORIA VIVA HISTORIA VIVA HISTORIA VIVA HISTORIA VIVA HISTIROA VIVA HISTORIA

Selasa, 01 Januari 2008

Nasionalisme dan Budaya Lokal

Nasionalisme sebagai suatu faham yang mengikat seluruh komponen bangsa dalam sebuah kesadaran yang sama, tidak selalu memiliki bentuk dasar (basis) yang sama di berbagai bangsa. Setiap bangsa memiliki citra nasionalismenya sendiri-sendiri, walaupun tujuan yang akan dicapai sesungguhnya adalah sama, yakni membentuk sebuah bangsa yang memiliki identitas yang khas, berdaulat, dan mampu menyelenggarakan kesejahteraan.
Kesamaan yang dimiliki setiap bangsa, tidak hanya sekadar identitas, tetapi identitas yang sekaligus dipergunakan sebagai alat untuk mencapai cita-cita bangsanya. Di satu sisi, kesadaran akan identitas bersama merupakan alat yang sangat efektif dalam mempertahankan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa, baik dari rongrongan yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, yang selalu berpotensi muncul di tengah-tengah pergaulan internasional. Sementara di sisi lain, identitas bangsa juga dipergunakan sebagai alat pemersatu untuk menjamin keberlangsungan persatuan dan kesatuan bangsa itu sendiri. Disamping itu, identitas bangsa juga dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan hidup berbangsa dan bernegara.
Antara negara-negara yang tidak pernah dijajah dengan negara-negara yang pernah dijajah bangsa lain, sudah barang pasti memiliki basis kebangsaan yang berbeda. Di antara negara-negara bekas jajahan sekalipun, basis kebangsaannya tidak selalu sama. Ada sejumlah negara bekas jajahan yang mendirikan nilai-nilai kebangsaannya atas dasar persamaan wilayah atau daerah, dan ada negara bekas jajahan yang mendirikan semangat kebangsaanya pada nilai-nilai keturunan yang sama.
Keanekaragaman budaya dan ras merupakan sebuah konsep yang utama dalam pendidikan ilmu social. Untuk dapat memahami umat manusia dan dunia ini maka orang harus mempelajari adanya kesamaan-kesamaan sekaligus perbedaan dari orang-orang yang hidup di dunia sekaligus budayanya. Keanekaragaman mengisyara tkan adanya perbedaan dan kesamaan menunjukkan adanya kemiripan. Dengan berpegang prinsip ini maka kita mampu menghargai, menghormati, dan mengerti budaza sendiri maupun yang dimiliki kelompok lain.
Nasionalisme dalam budaya dilatarbelakangi oleh masa-masa pergerakan nasional, ketika pada saat itu rakyat Indonesia mulai menyadari kedudukannya. Pada saat itu rakyat mulai menyadari bahwa jalan untuk keluar dari penjajahan adalah melalui pendidikan. Untuk meraih kedudukan sosial yang lebih tinggi maka rakyat Indonesia harus manguasai kepandaian dan pengetahuan barat dan pada waktu itu rakyat diharuskan menguasai bahasa Belanda. Akhirnya pada saat itu Bahasa Belanda menjadi modal untuk maju.
Mengenal bahasa Belanda menjadi ukuran intelektualistis, karena pada sat mampu menguasainya orang dianggap terpelajar. Ada golongan yang menggunakan bahasa Belanda sebagai alat untuk mencapai pendidikan yang sama dengan orang belanda, yakni golongan nasionalis yang mempunyai cita-cita untuk mengangkat rakyat indonesia dari penjajahan. Mereka juga mempunyai ambisi besar dalam bidang politik sebagai salah satu rekan nasionalis Ki Hajar Dewantara.
Beliau menandaskan dengan bahasa Belanda rakyat belum optimal dalam mencapai kemerdekaan menurutnya perjuangan kemerdekaan orang lain berhasil bila Indonesia mempunyai bahasa nasional sendiri. Tokoh lembaga pendidikan Taman Siswa ini sangat mengutamakan soal-soal yang selaras dengan kebangkitan nasional pada waktu itu, karena semasa Boedi Oetomotelah terkenal sebagai organisasi yang mengajak seluruh lembaga lain untuk mengutamakan kemajuan rakyat dalam bidang sosial-ekonomi.
Dalam perkembangan selanjutnya para pemimpin gerakan nasional melihat bahwa persebaran bahasa belanda di kalangan masyarakat indonesia mulai merangsang nilai-nilai nasional. Hal ini dapat dilihat dari meningkanya kesadaran nasional di kalangan bangsa Indonesia. Terbukti tahun 1927 perkimpulan Jorg Indonesia yang berubah namanya menjadi pemuda Indonesia berkeinginan untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahsa persatuan yang bertujuan untuk memperluas dan juga mempererat persatuan seluruh Indonesia.
Lalu pada tanggal 26-29 Oktober 1928 dilangsungkan kongres di Jakarta yang melahirkan Soempah Pemoeda. Dapat dikatakan bahwa sejak proklamasi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kegiatan dalam bidang bahasa dan sastra indonesia di kalangan kaum budayawan meningkat. Timbul gerkan sastra yang tergabung dalam aliran Pujangga Baru dengan tokoh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armin Pane.
Demikianlah perjuangan bahasa indonesia yang menghendaki kebulatan tekad dari bangsa Indonesia memperjuangkan bahasa pesatuan. Salah satu wujud manifestasi kesadaran nasional di masa penjajah.

Tidak ada komentar: